I AM THE BIG DREAMERS (Awaliya Amirotun)

Virzha - Aku Lelakimu


Artikel Karanganku Ujian Nasional Bukan Harga Mati



Ujian Nasional Bukan Harga Mati
Oleh Awaliya Amirotun
Sekretaris Kajian Pendidikan UIN Walisongo Semarang

            Lembaga pendidikan adalah tempat penggemblengan otak. Saat ini sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi sebagian besar anak-anak didik. Padahal jika sekolah itu dibentuk dan terprogram secara menyenangkan untuk belajar maka tidak menutup kemungkinan tunas-tunas bangsa akan tumbuh emas. Ketika hal-hal negatif telah mewarnai penilaian mengenai dunia pendidikan maka sejatinya pendidikan adalah dunia penjara bagi mereka.
            Ujian Nasional adalah perbincangan yang tidak pernah ada ujungnya. Ujian Nasional seolah harga mati bagi semua peserta didik. Padahal jika kita mau ‘sadar’ sedikit saja dan mengingat-ingat tujuan kita belajar, tentu Ujian Nasional tidak akan menjadi momok pendidikan.
            Semua pihak histeris dengan Ujian Nasional. Banyak pihak yang seolah diwajibkan untuk menghadapi UN. Ibarat akan menghadapi sebuah peperangan yang harus mempersiapkan persenjataan, teknik-teknik dalam menghadapi musuh, dan lain-lain. Tidak hanya pihak utama yang merasakan kecemasan ketika akan menghadapi UN, bahkan orang tua dari pelajar pun ikut andil dalam ‘keberhasilan’ Ujian Nasional. Dimulai dari hal-hal yang sederhana yaitu menyuruh anaknya untuk belajar sampai hal yang ekstrim yaitu dari pulang sekolah anak diwajibkan mengikuti les privat, setelah itu malamnya dituntut untuk belajar, sampai mereka para orang tua lupa bahwa mereka sebenarnya telah merenggut hak anak-anak untuk mendapatkan hiburan agar otak mereka tidak selalu dipaksa layaknya kerja rodi. Selain itu dari pihak sekolah pun ikut eksis masalah Ujian Nasional, mereka mulai mengkonsep tujuan baru yaitu nilai UN peserta didik bagus agar sekolah bisa mendapatkan predikat bagus dari pihak luar.
            Ujian Nasional sebagai evaluasi. Evaluasi adalah dimensi terakhir dari siklus POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling dan Evaluating) yang penting dalam manajemen yang semua itu memiliki kesinambungan. Namun pertanyaannya, sudah tepatkah UN digunakan sebagai cara mengevaluasi hasil belajar? Mengingat UN sebagai syarat kelulusan, bukan keberadaan UN itu sendiri sebagai evaluasi. Ia adalah evaluasi atas penyelenggara pendidikan, dan berfungsi sebagai pemetaan kualitas pendidikan yang akurat di Indonesia sehingga fungsi ini perlu dipertahankan. Tetapi, Ujian Nasional terkesan seperti tes kompetensi ‘hewan’ yang diharuskan bisa memanjat, berenang, dan terbang. Padahal setiap hewan itu memiliki keahlian yang berbeda. Begitu pula peserta didik yang memiliki kecerdasan dalam bidang berbeda-beda yang tidak hanya berkutat pada beberapa pelajaran saja. Namun menghapus UN bukan langkah yang cerdas karena itu artinya lembaga pemerintah harus melakukan rekonstruksi program-program pendidikan dan jangan mengabaikan begitu saja potensi-potensi kebaikan yang terkandung di dalam Ujian Nasional.
            Ujian Nasional dipandang sebagai penentu akhir prestasi belajar. Beberapa tahun menduduki bangku sekolah seolah kurang berarti jika dibandingkan tiga hari masa penentuan. Yang lebih parahnya lagi mayoritas orang menganggap bahwa jika hasil ujian nasional mendapatkan nilai yang bagus maka anak tersebut dianggap cerdas, dan begitu sebaliknya jika ada seorang siswa yang nilainya buruk maka dianggap bodoh. Padahal jika kita mau menulusuri lagi ‘belakanglayar’ dari UN maka anggapan itu sudah dipastikan salah. Karena faktor kesalahan teknis seperti mesin scan yang bermasalah, dan masih banyak lagi, juga ikut andil dalam penentu keberhasilan Ujian Nasional.
http://purwoudiutomo.com/wp-content/uploads/2013/03/UN-bocor-mase-Genta-98-300x206.jpg            Tujuan karakter terlupakan ketika Ujian Nasional, sekolah yang seharusya wadah penanaman karakter bagaimana menjadi anak yang berakhlaq seolah terhapuskan. Bagaimana tidak hanya demi mendapatkan kata ‘lulus’ peserta didik melakukan beberapa cara untuk mendapatkannya, mulai dari cara yang positif sampai dengan cara yang tidak sepantasnya dilakukan oleh peserta didik yang dianggap sebagai tunas-tunas bangsa. Runtuhnya adab-adab perilaku seharusnya diperhatikan karena sekolah adalah tempat yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang tidak hanya dicetak sebagai presiden, menteri, dan gubernur, tetapi juga mampu mengarahkan pemimpin-pemimpin ini dengan karakter. Sekolah adalah tempat belajar bukan pabrik manusia.




Semarang, 06 Mei 2015

Kepada yang terhormat
Redaktur Artikel KORAN JATENG EKSPRES
jatengekspres@gmail.com
iklan_jatengekspres@gmail.com
Di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan hormat,

Bersama ini kami kirimkan artikel dengan judul: Ujian Nasional Bukan Harga Mati untuk dapat dimuat di Kolom Artikel Koran Jateng Ekspres. Artikel ini kami tulis hanya untuk Koran Jateng Ekspres dan murni karya penulis yang belum pernah dipublikasikan dimana pun. Sebagai pelengkap biodata kami berikut kami lampirkan Curriculum Vitae penulis. Adapun acara singkat sebagai perkenalan kami kepada Redaktur akan kami sampaikan sebagai berikut:
Nama Penulis              : Awaliya Amirotun
Studi                           : Mahasiswi S1 Jurusan Kependidikan Islam
Jabatan                                    : Sekretaris Kajian Pendidikan UIN Walisongo Semarang
Alamat                                    : Jl. Prof. Dr. Hamka Km. 2, Ngaliyan, Semarang 50185
HP                               : 085741444675

Demikian surat ini kami sampaikan, besar harapan kami tulisan kami dapat di Koran Jateng Ekspres.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat kami,

Awaliya Amirotun



 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Blog templatesFree Web Templates