Artikel Karanganku Ujian Nasional Bukan Harga Mati
Diposting oleh
Unknown
Label:
Other Knowledge
/
Comments: (0)
Ujian Nasional Bukan Harga Mati
Sekretaris Kajian Pendidikan UIN Walisongo Semarang
Lembaga pendidikan adalah tempat
penggemblengan otak. Saat ini sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi
sebagian besar anak-anak didik. Padahal jika sekolah itu dibentuk dan
terprogram secara menyenangkan untuk belajar maka tidak menutup kemungkinan
tunas-tunas bangsa akan tumbuh emas. Ketika hal-hal negatif telah mewarnai
penilaian mengenai dunia pendidikan maka sejatinya pendidikan adalah dunia
penjara bagi mereka.
Ujian Nasional adalah perbincangan
yang tidak pernah ada ujungnya. Ujian Nasional seolah harga mati bagi semua
peserta didik. Padahal jika kita mau ‘sadar’ sedikit saja dan mengingat-ingat
tujuan kita belajar, tentu Ujian Nasional tidak akan menjadi momok pendidikan.
Semua pihak histeris dengan Ujian
Nasional. Banyak pihak yang seolah diwajibkan untuk menghadapi UN. Ibarat akan
menghadapi sebuah peperangan yang harus mempersiapkan persenjataan,
teknik-teknik dalam menghadapi musuh, dan lain-lain. Tidak hanya pihak utama
yang merasakan kecemasan ketika akan menghadapi UN, bahkan orang tua dari
pelajar pun ikut andil dalam ‘keberhasilan’ Ujian Nasional. Dimulai dari
hal-hal yang sederhana yaitu menyuruh anaknya untuk belajar sampai hal yang
ekstrim yaitu dari pulang sekolah anak diwajibkan mengikuti les privat, setelah
itu malamnya dituntut untuk belajar, sampai mereka para orang tua lupa bahwa
mereka sebenarnya telah merenggut hak anak-anak untuk mendapatkan hiburan agar
otak mereka tidak selalu dipaksa layaknya kerja rodi. Selain itu dari pihak
sekolah pun ikut eksis masalah Ujian Nasional, mereka mulai mengkonsep tujuan
baru yaitu nilai UN peserta didik bagus agar sekolah bisa mendapatkan predikat
bagus dari pihak luar.
Ujian Nasional sebagai evaluasi.
Evaluasi adalah dimensi terakhir dari siklus POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling
dan Evaluating) yang penting dalam manajemen yang semua itu memiliki
kesinambungan. Namun pertanyaannya, sudah tepatkah UN digunakan sebagai cara
mengevaluasi hasil belajar? Mengingat UN sebagai syarat kelulusan, bukan
keberadaan UN itu sendiri sebagai evaluasi. Ia adalah evaluasi atas
penyelenggara pendidikan, dan berfungsi sebagai pemetaan kualitas pendidikan
yang akurat di Indonesia sehingga fungsi ini perlu dipertahankan. Tetapi, Ujian
Nasional terkesan seperti tes kompetensi ‘hewan’ yang diharuskan bisa memanjat,
berenang, dan terbang. Padahal setiap hewan itu memiliki keahlian yang berbeda.
Begitu pula peserta didik yang memiliki kecerdasan dalam bidang berbeda-beda
yang tidak hanya berkutat pada beberapa pelajaran saja. Namun menghapus UN
bukan langkah yang cerdas karena itu artinya lembaga pemerintah harus melakukan
rekonstruksi program-program pendidikan dan jangan mengabaikan begitu saja
potensi-potensi kebaikan yang terkandung di dalam Ujian Nasional.
Ujian Nasional dipandang sebagai penentu akhir prestasi belajar. Beberapa tahun menduduki bangku sekolah seolah kurang berarti
jika dibandingkan tiga hari masa penentuan. Yang lebih parahnya lagi mayoritas
orang menganggap bahwa jika hasil ujian nasional mendapatkan nilai yang bagus maka
anak tersebut dianggap cerdas, dan begitu sebaliknya jika ada seorang siswa
yang nilainya buruk maka dianggap bodoh. Padahal jika kita mau menulusuri lagi
‘belakanglayar’ dari UN maka anggapan itu sudah dipastikan salah. Karena faktor
kesalahan teknis seperti mesin scan yang bermasalah, dan masih banyak lagi,
juga ikut andil dalam penentu keberhasilan Ujian Nasional.
Tujuan karakter terlupakan ketika Ujian Nasional, sekolah yang
seharusya wadah penanaman karakter bagaimana menjadi anak yang berakhlaq seolah
terhapuskan. Bagaimana tidak hanya demi mendapatkan kata ‘lulus’ peserta didik
melakukan beberapa cara untuk mendapatkannya, mulai dari cara yang positif
sampai dengan cara yang tidak sepantasnya dilakukan oleh peserta didik yang
dianggap sebagai tunas-tunas bangsa. Runtuhnya adab-adab perilaku seharusnya
diperhatikan karena sekolah adalah tempat yang akan melahirkan
pemimpin-pemimpin masa depan yang tidak hanya dicetak sebagai presiden,
menteri, dan gubernur, tetapi juga mampu mengarahkan pemimpin-pemimpin ini
dengan karakter. Sekolah adalah tempat belajar bukan pabrik manusia.
Semarang,
06 Mei 2015
Kepada yang terhormat
Redaktur Artikel KORAN JATENG EKSPRES
jatengekspres@gmail.com
iklan_jatengekspres@gmail.com
Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan hormat,
Bersama ini kami kirimkan artikel dengan judul: Ujian Nasional
Bukan Harga Mati untuk dapat dimuat di Kolom Artikel Koran Jateng
Ekspres. Artikel ini kami tulis hanya untuk Koran Jateng Ekspres dan
murni karya penulis yang belum pernah dipublikasikan dimana pun. Sebagai
pelengkap biodata kami berikut kami lampirkan Curriculum Vitae penulis. Adapun
acara singkat sebagai perkenalan kami kepada Redaktur akan kami sampaikan
sebagai berikut:
Nama Penulis :
Awaliya Amirotun
Studi :
Mahasiswi S1 Jurusan Kependidikan Islam
Jabatan : Sekretaris
Kajian Pendidikan UIN Walisongo Semarang
Alamat : Jl. Prof.
Dr. Hamka Km. 2, Ngaliyan, Semarang 50185
HP :
085741444675
Demikian surat ini kami sampaikan, besar harapan kami tulisan kami
dapat di Koran Jateng Ekspres.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat kami,
Awaliya Amirotun