Malam Itu
Tiba-tiba hand phone Reni bergetar tanda sms masuk. Dilihatnya sms
tersebut, My Dear begitulah nama pengirim pesan yang telah membuyarkan rasa
kantuknya, karena memang Deni kekasihnya mengirim pesan pukul 23.00 petang,
waktu dimana ia sangat mengantuk setelah seharian mengurusi butik milik ibunya
yang baru satu hari resmi menjadi miliknya dan ia kelola sendiri, dan ingin
rasanya menjatuhkan seluruh raganya di kasur yang empuk.
Sayang, aku pergi dulu ya...
Pesan singkat yang hanya Reni lihat dari nafigasi di layar hp nya
tanpa harus membuka pesan secara langsung. Pikirannya melayang-layang ke
seluruh penjuru kamarnya yang terlihat sangat nyaman untuk melanjutkan rasa
kantuk ditambah dengan nyanyian malam yang semakin mendayu-dayu, ingin rasanya tangannya
menggapai hp yang terletak tak jauh dari ranjangnya, dan ingin menceritakan
kepada kekasihnya bahwa sekarang ia bekerja di butik pemberian ibunya. Tetapi bak
tangan tanpa tulang, tangan dan seluruh raganya hanyut dalam kantuk. Dan
tidur...
###
‘Permisi, mbak disini ada dress warna gold dengan kombinasi batik?’
kata seorang pembeli yang datang ke butiknya
‘Oh, sebentar mbak, sepertinya ada.’ Jawab Reni penuh dengan keramahan
, walau rasa lelah menghampiri, karena beberapa menit lagi butiknya harus tutup
tepat pukul 21.00
Dipilah-pilahnya satu persatu dress koleksi butiknya. Tiba-tiba
pandangannya dialihkan ke sebuah bilik kaca, dilihatnya sesosok lelaki gagah,
berkulit putih, dan memiliki mata yang tajam duduk sendirian di sebuah cafe
yang terletak di dekat butiknya.
Deni...iya itu Deni
‘Mengapa dia ada disini?’ fikirnya
Dipandanginya wajah kekasih yang terlihat cemas dan berkali-kali
melihat jam tangan hitam yang melingkari tangannya.
Beberapa menit kemudian datanglah seorang wanita menggunakan dress
coklat, terlihat sangat cantik malam itu ditambah rambut panjang yang terurai. Langsung
saja Deni menyambut hangat kedatangan wanita cantik itu dan adegan cium tangan
pun terjadi.
Pancaran sinar kemarahan di mata Reni pun terlihat begitu jelasnya,
tetapi dia tidak mau gegabah begitu saja. Tak sekedip pun ia lewatkan
memandangi kemesraan dua insan yang seperti dimabuk oleh cinta, yaa...cinta
yang sangat harum dan bermekaran, yang wanginya adalah racun bagi Reni.
Setelah itu terlihat kekasihnya itu menggeser kursi yang akan
diduduki oleh wanita tersebut, dipersilahkanlah ia untuk duduk, dengan seulas
senyum bahagia dari keduanya. Tak terasa mata indah Reni mulai mendung, dan air
mata mulai mengaliri pipinya. Hatinya begitu sakit dan sangat sesak, betapa
tidak, kekasih yang telah ia puja-puja dan telah menemani lembaran kisah
cintanya selama 2 tahun tak pernah bersikap semanis dan seromantis itu
kepadanya tiba-tiba di depan matanya bersama wanita lain dan bersikap
sedemikian indahnya.
Rasanya jantung akan terhenti, nafas tak lagi teratur. Tubuhnya tersungkur
lemah.
‘Gimana mbak, ada?’
Tiba-tiba suara seorang wanita membuat ia sedikit merenggangkan
rasa sakitnya, oh, itu pembeli tadi yang menunggu ku. Dengan sikap
profesionalnya akhirnya Reni bangkit dari lantai dan mengusap air mata yang
sejak tadi mengalir deras.
Seperti keheranan pembeli tersebut memandang Reni penuh dengan
sebuah pertanyaan, tetapi seperti diurungkannya pertanyaan itu, dan memilih
untuk diam dan bersikap biasa-biasa saja.
‘Maaf, mbak, sebelumnya sudah menunggu sangat lama, iya
alhamdulillah ada dress seperti yang mbak inginkan’ jawabnya dengan nada
sedikit rendah.
Dan akhirnya pembeli tersebut pulang dengan barang sesuai
keinginannya. Dan butik pun tutup.
Namun, masih saja Reni berdiri termenung sambil memandangi wajah
Deni yang masih bersama wanita itu, dan mereka terlihat saling bercanda begitu
akrabnya. Lalu Reni mencari-cari sesuatu yang ada di dalam tasnya, hand phone,
iya ia mengambil hand phone.
Sayang, kamu dimana? Lalu
ia tekan tombol send ke Deni.
Dilihatnya Deni mulai membuka hp nya tetapi wanita tersebut
mengambil dari tangan Deni dan meletakkannya ke meja, tanpa memberikan
kesempatan Deni untuk membukanya. Dan mereka mulai berbincang-bincang kembali
sampai larut malam.
Hatinya yang teramat sakit dan kesabaran mulai terkikis akhirnya Reni
menghampiri mereka dengan wajah penuh dengan kekecewaan, kemarahan, dan semua
campur aduk malam itu.
Seperti memiliki kekuatan yang besar, kakinya yang mulai kaku itu
akhirnya melangkah.
‘Hai, Deni, loh kok kamu bisa disini? Dari tadi aku melihat mu lo
bersama wanita cantik ini. Oya, sekarang aku yang mengurus butik mama ku, itu
butik ku, tepat di depan cafe ini, yang berwarna pink, warna kesukaan ku. Ah,
kamu pasti tahukan warna kesukaan ku itu. Kemarin aku ingin cerita ke kamu,
tapi aku ngantuk, hehe. Oh iya, ini pacar kamu ya? Aduh cantik sekali. Bisa dong
kapan-kapan kamu ajak ke butik ku. Disana banyak sekali loh gaun-gaun cantik. Pasti
akan lebih cantik jika pacar mu yang pakai !’ itulah kata-kata kepura-puraan
penuh dengan air mata yang Reni ucapkan. Tanpa spasi... yang seharusnya ia
tampar saja wajah kekasihnya itu. Tampar yang sekeras-kerasnya, agar ia
merasakan sedikit sesaknya dada ketika melihat orang yang ia sayangi justru
menghianatinya.
‘Oh, iya mbak, kamu temannya Deni ya? Perkenalkan saya pacarnya
Deni’ jawab wanita tersebut dengan nada bahagia
‘Okey, selamat ya. Baiklah aku pulang dulu ya Den, dan...?’
‘Della’ sambung wanita itu seperti tahu apa maksud dari kelanjutan
perkataan Reni
‘Oh, iya, Della, nama mu bagus, tapi tidak dengan hati mu’
Hening...tiba-tiba suasana hening bersamaan Reni yang mulai berlalu
dari pandangan mereka berdua.
‘Tadi, itu siapa sayang? Teman kamu kok aneh banget sih’ kata Della
yang masih bingung dengan kata-kata Reni
Deni mematung, terdiam, dan seperti memikirkan sesuatu,
yaa...sesuatu yang membuat air matanya perlahan mengalir.
‘Lo, kamu kenapa sayang?’ tanya Della penuh dengan kebingungan yang
semakin bertambah
Masih saja Deni tak sedikitpun berbicara, ia hanya terdiam,
terdiam, dan semakin terdiam.
‘Ah, udahlah, aku pulang’
Della pun akhirnya pulang dengan meninggalkan Deni seorang diri
yang masih terlihat begitu sedih dan menyesal, iya menyesal...
###
Happy Birthday to you...
Happy Birthday to you...
Suara itu terdengar sayup-sayup di telinganya, dan masih belum
begitu beranjak dari tidurnya yang baru beberapa jam.
Kemudian matanya mulai membuka sedikit demi sedikit karena silau
akan lampu yang menyala.
‘Sayaaang... ayolah bangun, lilinnya keburu mati nih’ kata Deni
yang tiba-tiba masuk ke kamarnya bersama ibu dan ayahnya
‘Iya, sayaang ayo bangun kasihan Deni jauh-jauh kesini demi kamu.’
Sambung ibunya
Dan akhirnya Reni membuka matanya dan menghentikan mimpi buruknya
itu, yah...mimpi buruk tentang kekasihnya bersama wanita lain.
‘Nah, gitu dong, happy birthday sayaang, sehat selalu ya, sukses
karirnya, dan semoga tambah lengket sama aku, hehe’
Reni mengusap keringat di dahinya akibat mimpi buruknya, dan
langsung memeluk tubuh kekasihnya itu, tanpa memperdulikan kejutan yang Deni
berikan. Air matanya mengalir dan berucap ‘Jangan tinggalkan aku sayang...
karena kamu adalah aku. Dan aku adalah kamu. Kamu dan aku adalah satu.’ Erat dan
semakin erat Reni memeluk, dan suasana menjadi hening penuh kebingungan. Dan ayah
ibu Reni pun hanya terdiam. Deni pun merasakan ‘ada kata yang sulit terucap,
ada kata...’
‘Iya sayaang, aku tak mungkin meninggalkan mu, dan aku sudah
berjanji, dan janji itu akan aku ikat dalam janji ku bersama Tuhan, janji yang
tentunya suci di mata manusia, dan di mata Allah tentunya. Karena kau lah
bagian dari jiwa ku. Raga ku tak akan sempurna tanpa jiwa, dan jiwa ku tak akan
berarti tanpa kamu. Karena kamu adalah raga ku, love you...’ ucap Deni penuh
dengan kelembutan yang menenangkan jiwa Reni yang gundah
Dipandanginya wajah kekasihnya itu, lalu Deni tersenyum, dan Reni
pun tersenyum. Ia yakin, kekasihnya tak mungkin menghianatinya seperti dalam
mimpinya itu. Dibalik senyum dan wajah
kekasihnya itu tersimpan kesetiaan yang luar biasa. Reni sangat yakin...
‘Ayo, ditiup dulu sayang lilinnya, dan berdoalah, semoga Allah
mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan, hehe’ Kata Deni lagi
Dan ditiuplah lilin-lilin itu yang menunjukkan usia Reni, dan
berdoalah Reni.
‘Baik sayang, tadi kamu berdoa kan sesuai permintaan ku agar Allah
mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan? Dan Allah pun langsung
mengabulkannya sayaang, yaah, besok aku akan melamar mu, dan seminggu lagi kita
akan menikah. Karena aku tak mau berlama-lama jauh darimu. Dan ayah ibu mu pun
sudah mempersiapkan semuanya. Dan...tadi pagi aku dapat telpon dari kantor
bahwa aku ketrima sayaang...’ Kata Deni dengan nada bahagia
Reni pun tersenyum dan menangis bahagia mendengar ucapan Deni itu,
dan ia peluk lagi tubuh kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi pendamping
hidupnya, penghapus air matanya, penentram jiwanya yang gundah. Reni bahagia...
dan Deni pun sayang bahagia...
Semarang.
11 September 2015
Awaliya Amirotun
Untuk
engkau yang telah terpisah dengan ku bersama jarak
Walau terkadang
membuat ku gundah karena waktu yang semakin sedikit
Miss You