I AM THE BIG DREAMERS (Awaliya Amirotun)

SISTEM MANAJEMEN PENDIDIKAN DINIYAH



MAKALAH
SISTEM MANAJEMEN PENDIDIKAN DINIYAH
Guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Diniyah dan Pesantren
Dosen Pengampu : Dr. Fatah Syukur NC, M.Ag.









Oleh:
Awaliya Amirotun     (1403036054)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kekhasan pendidikan di Indonesia adalah adanya lembaga pendidikan pesantren. Secara historis, pesantren telah ada dalam waktu yang relatif lama Pesantren adalah institusi pertama di Nusantara yang mengembangkan pendidikan diniyah.
Sebagai lembaga pendidikan diniyah, maka pesantren menjadi tumpuan utama dalam proses peningkatan kualitas keislaman masyarakat. Dalam kata lain, maju atau mundurnya ilmu keagamaan waktu itu sangat tergantung kepada pesantren-pesantren. Makanya pesantren menjadi garda depan dalam proses islamisasi di Nusantara. Di masa awal proses islamisasi, maka pesantrenlah yang mencetak agen penyebar Islam di Nusantara.
Perubahan pun tidak bisa ditolak. Makanya terjadi perubahan di dunia pesantren, yang dalam khazanah akademis disebut dari pesantren, madrasah ke sekolah. Pesantren memang menerapkan konsep continuity and change atau dalam dalil pesantrennya “al-muhafadzatu alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Yaitu terus melakukan perubahan dan adopsi inovasi tetapi tetap mempertahankan tradisi yang baik dan bermanfaat.
Salah satu yang terus ada di tengah dunia pesantren tersebut dan mengalami fase pengembangan adalah madrasah diniyah. Pendidikan keagamaan yang dilakukan melalui madrasah diniyah merupakan suatu tradisi khas pesantren yang terus akan dilakukan, sebab inti lembaga pesantren justru ada di sini. Ibaratnya adalah “jantung hati” pesantren. Pesantren tanpa pendidikan diniyah tentu bukan pesantren dalam hakikat pesantren. Pendidikan diniyah dalam banyak hal dilakukan oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.


B. Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian dari manajemen pendidikan diniyah itu?
2.         Apa saja unsur-unsur manajemen pendidikan diniyah?
3.         Bagaimana manajemen dan kultur pendidikan diniyah?
4.         Bagaimana pentingnya manajemen pendidikan diniyah?


























BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pendidikan Diniyah
1.    Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu.[1] Manajemen merupakan proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Dari pengertian tersebut dijumpai adanya aktifitas-aktifitas khusus dalam manajemen yang merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.[2]
2.    Pengertian Pendidikan
Sebagaimana diketahui, pengertian (definisi) pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 butir 1 (sebagaimana telah dikutip pada bab XI) mengandung penegasan tentang pendidikan, yaitu bahwa:
a.       Pelaksanaan pendidikan diselenggarakan secara sadar dan terencana
b.      Pendidikan dilaksanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
c.       Suasana belajar dan proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan potensi peserta didik
d.      Suasana belajar dan proses pembelajaran dilaksanakan melalui pengaktifan diri peserta didik
e.       Suasana belajar dan proses pembelajaran dilaksanakan agar peserta didik memiliki:
1)   Kekuatan spiritual keagamaan
2)      Pengendalian diri
3)      Kepribadian
4)      Akhlak mulia
5)      Keterampilan
f.       Apa yang dicapai (dimiliki) peserta didik itu adalah sesuatu yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.[3]
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapat imbuhan berupa awalan ‘pe’ dan akhiran ’an’ yang berarti proses atau cara perbuatan mendidik. Maka definisi pendidikan menurut bahasa yakni perubahan tata laku dan sikap seseorang atau sekelokmpok orang dalam usahanya mendewasakan manusia lewat pelatihan dan pengajaran.
Menurut Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, pengertian pendidikan yaitu tuntutan dalam hidup tumbuhnya anak-anak yang bermaksud menuntun segala kekuatan kodrati pada anak-anak itu supaya mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mampu menggapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.[4]
3.    Pengertian Madrasah
Perkataan madrasah adalah isim makan dari kata darasa-yadrusu-darsan wa darusan wa dirasatan, yang artinya terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, dan mempelajari.[5]Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah lebih dikhususkan lagi sekolah-sekolah agama Islam. Dalam Shorter Encyclopaedia of Islam, diartikan: “Name of an instutation where the Islamic science are studied” artinya: nama dari suatu lembaga di mana ilmu-ilmu keislaman diajarkan. Perkataan madrasah di tanah Arab ditujukan untuk sekolah-sekolah yang mempelajari ajaran-ajaran Islam. Madrasah pada prinsipnya adalah kelanjutan dari sistem pesantren.
Di dunia pesantren terkenal adanya elemen-elemen pokok dari suatu pesantren, yaitu: pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri, dan kiai. Kelima macam elemen itu adalah merupakan pilar-pilar dari suatu pesantren. Pada system madrasah tidak mesti ada pondok, masjid, dan pengajian kitab-kitab klasik. Elemen-elemen yang diutamakan di madrasah, adanya: local tempat belajar, guru, siswa, dan rencana pelajaran, pimpinan.
Berdasarkan ungkapan di atas dapat dipahami bahwa sistem madrasah mirip dengan system sekolah umum di Indonesia. Para siswa tidak mesti tinggal dipondok kompleks madrasah, siswa cukup dating ke madrasah pada jam-jam berlangsung pelajaran pada pagi hari atau sore hari. Demikian juga halnya tidak mesti ada masjid di lingkungan madrasah, kalaupun siswa bermaksud melaksanakan shalat, mereka melaksanakannya di mushalla. Pengajian kitab-kitab klasik pun tidak diadakan di madrasah. Pelajaran-pelajaran yang akan diajarkan telah tercantum dalam daftar pelajaran yang diuraikan dari kurikulumnya.[6]
Madrasah ini terbagi Kepada tiga jenjang pendidikan :
a.     Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA)
MDA adalah Madrasah Diniyah Awaliyah setingkat SD/MI untuk siswa – siswa Sekolah Dasar (4 tahun). Lembaga Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah pada umumnya merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik / santri yang berusia dini untuk dapat mengembangkan kehidupannya sebagai muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal saleh serta berakhlak mulia dan menjadi warga negara yang berkepribadian, sehat jasmani dan rohaninya dalam menata kehidupan masa depan. Jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.
b.    Madrasah Diniyah Wustho untuk siswa – siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan yang diperoleh pada madrasah diniyah awaliyah  dengan masa belajar 3 tahun, dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.
c.     Madrasah Diniyah ‘Ulya untuk siswa – siswi Sekolah Lanjutan Atas
Yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas  sebagai pengembangan yang diperoleh pada madrasah diniyah wustha  dengan masa belajar 2 tahun, dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.[7]

Dari uraian di atas mengenai pengertian pengertian manajemen, pendidikan dan definisi madrasah, maka dapat dirumuskan bahwa manajemen pendidikan madrasah adalah sebagai keseluruhan proses aktivitas bersama di dalam bidang pendidikan madrsah dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada baik bersifat personal maupun komual atau kelompok guna mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

B. Unsur-Unsur Manajemen Pendidikan Diniyah
Madrasah Diniyah merupakan lemabaga nonformal dalam menyelenggarakan pendidikan keagamaan  Islam oleh karena itu unsur – unsur pembentuk Madrasah Diniyah tidak seperti sekolah – sekolah formal. Namun pada intinya Madrasah Diniyah tetap menggunakan sistem yang hampir sama dengan sekolah – sekolah formal mulai dari kompetensi pendidik, kurikulum,  sistem administrasi dan masyarakat. Kurikulum, kompetensi pendidik dan administrasi disesuaikan antara tingakatan Diniyah Takmiliyah dengan sekolah formal yang sederjat.
1.    Kurikulum
Berbicara kurikulum, materi yang diberikan pada peserta didik dalam tingkatan diniyah berbeda, untuk tingkatan Diniyah Takmiliyah Awaliyah dan Wustha diberi materi  Al Quran Hadits, Terjemah Tajwid, Aqidah Akhlak, Fiqh Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Praktik Ibadah.[8]
Dan untuk Diniyah Takmiliyah ‘Ulya diberi materi Ilmu Tafsir,  Ilmu Hadits,  Akhlak, Ilmu Tauhid, Fiqh, Ushul Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam,  Perbandingan Agama,  Bahasa Arab dan Praktik Ibadah.[9]
2.    Kompetensi Pendidik Madrasah Diniyah
Untuk kompetensi pendidik Madrasah Diniyah disamakan dengan sekolah formal, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, individual dan sosial.[10] Karena semakin berkualitas tenaga pendidik yang mengajar semakin berkulitas pula peserta didik yang dihasilkan.
3.    Sistem Administrasi
     Madrasah Diniyah secara  administrasi  dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip – prinsip tertentu.  Adapun prinsip – prinsip umum administrasi pendidikan diniyah sebagai berikut :
a.    Administrasi Diniyah Takmiliyah bersifat praktis artinya dapat dilakukan sesuai situasi dan kondisi dilapangan.
b.    Administrasi berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
c.    Administrasi dilaksanakan dengan suatu sistem mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.[11]
Administrasi Diniyah Takmiliyah tersebut meliputi administrasi proses belajar mengajar, administrasi ketenagaan, adminniistrasi keuangan, administrasi kesiswaan, administrasi hubungan dengan masyarakat, dan administrasi sarana dan prasarana serta perlengkapan.[12]


C. Manajemen dan Kultur Pendidikan Diniyah
1. Manajemen Diniyah
Madrasah Diniyah (MD) merupakan salah satu sub dari 5 sub Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam (Dit Mapenda Islam). Berdirinya Madrasah Diniyah (MD) yang didasari oleh tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam mewujudkan pendidikan, secara langsung maupun tidak langsung sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang profesional yang dapat mengelola lembaga dengan manajemen/administrasi yang baik, mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan terhadap personalia, sampai dengan pengawasan. Disamping pula hal tersebut tidak akan dapat terpenuhi bilamana pendanaan madrasah tidak memadai. Oleh sebab itu, solusi yang sering terjadi pada lembaga swasta yang baru berdiri adalah dengan cara melibatkan atau memberdayakan masyarakat setempat sebagai tenaga pendidik atau kependidikan dengan harapan proses pendidikan dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.[13]
Adapun konsep untuk membangun madrasah yang efektif menurut Dr. Ghulam Farid Malik terdiri dari enam komponen yaitu:
a.    Pengertian umum dan dasar konsepsi sama. Madrasah yang efektif mempunyai filosofi umum yang diketahui dengan baik bersifat humanism, ideologi (nasional), nilai-nilai (Islami, social, toleransi) dan misi (akademis dan keluhuran moral).
b.    Kurikulum yang bagus dan pengelolaan atas dasar aspirasi masyarakat. Madrasah yang efektif mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas, kurikulum, bahasa, symbol dan metamor kepahlawanan, struktur organisasi fungsional dengan peran dan tanggung jawab yang ditentukan dengan baik.
c.    Baku akademis dan keluhuran moral. Madrasah yang efektif menetapkan baku yang tinggi untuk akademis, demikian juga mutu atau etika islami, mengajarkan kurikulum nasional yang bukan agama, menunjukan logo keislaman dan nasionalisme dalam ritual dan kegiatan lain.
d.   Fasilitas belajar yang cukup, SDM yang bertanggung jawab dan motivasi lingkungan belajar mengajar.
e.    Manifestasi perilaku (atas dasar kesepakatan). Madrasah mempertahankan upacara dan ritual dengan tradisi Islam dan nasional, mempunyai proses belajar mengajar yang efektif, supervise, prosedur operasional, peraturan, penghargaan, dan sangsi, partisipasi dan dukungan orang tua dan masyarakat.
f.     Keluaran yang diharapkan. Keluaran dengan standar yang tinggi, baik akademis maupun perilaku, pengetahuan keterampilan dan perilaku diperoleh siswa sejalan dengan misi, nilai-nilai Islam, perbaikan lingkungan masyarakat, dll.[14]

2. Kultur Diniyah
Akar kultural madrasah diniyah secara eksistensial tidak bisa dilepaskan dari pesantren, karena komunitas pedidik yang mengelola madrasah diniyah itu sendiri adalah mayoritas santri-santri lulusan pesantren yang mempraktekan apa yang diperoleh dan dipelajari dari model pendidikan pondok pesantren.
Karenanya tidak berlebihan jika madrasah diniyah disebut sebagai sub-kultur pesantren karena peran madrasah diniyah dalam melestarikan nilai-nilai pendidikan keislaman dan tradisi-tradisi keagamaan dari pesantren terhadap kehidupan masyarakat muslim. Secara historis agak sulit untuk melacak kapan mulai berdirinya madrasah diniyah sebagai sebuah institusi pendidikan di Indonesia ini. Kesulitan ini disebabkan karena langkanya referensi yang menjelaskan eksistensi madrasah diniyah dalam konstelasi perkembangan institusi-institusi pendidikan Islam. Tetapi kemunculan madrasah diniyah sebagai institusi pendidikan Islam merupakan perpanjangan tangan dari pondok pesantren (Islamic boarding school) dengan model kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda. Jika pondok pesantren didirikan oleh kyai dan karena motif pribadi dan dikelola berdasarkan kepemimpinan personal-kharismatik kyai dan keluarganya yang concern dengan pemberdayaan umat, sedangkan madrasah diniyah secara umum didirikan karena inisiatif dan kerja kolektif beberapa orang yang memiliki concern dan tujuan yang sama yaitu untuk menyelenggarakan pendidikan islam bagi masyarakat sekitarnya. Secara sosiologis madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak-al-karimah (akhlak mulia). Dan keunikan madrasah diniyah adalah proses pembelajarannya dilaksanakan di waktu sore hari dari sekitar pukul 14.00 s.d 17.00. Pemanfaatan waktu siang sampai dengan sore hari itu bukan tanpa alasan karena madrasah diniyah melayani pendidikan anak-anak yang dipagi harinya ber-sekolah formal. Sebagai institusi pendidikan islam kerakyatan, peran madrasah diniyah dalam proses internalisasi ajaran-ajaran islam dan tradisi-tradisi keagamaan dalam sebuah komunitas masyarakat muslim tidak dapat diabaikan begitu saja. Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat.
Peran ini semakin tidak layak diabaikan ketika memperhatikan kuantitas madrasah diniyah yang sangat tidak sedikit.[15]
Dalam realitas sejarahnya, madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat Islam itu sendiri. Sehingga sebenarnya sudah jauh lebih dahulu menerapkan konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat (community based education). Masyarakat, baik secara individu maupun organisasi, membangun madrasah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Tidak heran jika madrasah yang mereka bangun hanya memakai tempat seadanya. Mereka melakukan hal tersebut karena terdorong oleh semangat keagamaan atau dakwah yang tinggi. Dan, hingga saat ini, kurang lebih 90% jumlah madrasah yang ada di Indonesia adalah milik swasta, sedangkan sisanya berstatus negeri.[16]
D. Pentingnya Manajemen Pendidikan Diniyah
Untuk menjawab segala tantangan dan kendala yang dihadapi madrasah, hal pertama yang harus dibenahi adalah manajemen. Sebab, manajemen inilah yang menggerakkan roda organisasi dan menentukan sukses tidaknya sebuah lembaga. Jika manajemen berjalan dengan professional, lembaga pendidikan akan stabil dan dinamis. Sebaliknya jika manjemen amburadul, tidak tertata dengan rapi, lembaga ini akan berjalan tanpa arah, target, dan strategi. Maka manajemen menjadi prioritas yang tidak bias dipandang sepele.
Manajemen adalah salah satu titik krusial yang menentukan eksistensi dan prestasi sebuah lembaga pendidikan. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam sudah seharusnya menata manajemennya secara modern dan professional, sehingga proses pendidikan berjalan dengan sukses.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam sudah seharusnya menerapkan manajemen yang berasaskan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keterbukaan, akuntabilitas, integritas dan kredibilitas lahir batin sebagaimana dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mempunyai komitmen besar terhadap nilai-nilai kebenaran dan kejujuran.[17]
Karenanya tidak berlebihan bila kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di Madrasaha Diniyah perlu dimanaj dengan baik. Setidaknya ada tiga alasan utama diperlukannya manajemen pendidikan untuk Madrasah Diniyah:
1.    Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah, yakni memberikan pembekalan ilmu-ilmu agama yang cukup kepada para santri, dalam upaya mempersiapkan lahirnya santri-santri yang matang dalam penguasaan ilmu-ilmu agama. Kebutuhan terhadap manajemen untuk Madrasah Diniyah ini terasa semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai “lembaga pendidikan pendukung” bagi system pendidikan formal yang dilaksanakan dipesantren.
2.    Untuk menjaga keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam proses pendidikan yang terjadi dalam Madrasah Diniyah. Manajemen dibutuhkan untuk memfokuskan tujuan, sasaran dan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan terhadap para santri. Paling tidak manajemen di sini mempunyai peranan yang sangat vital untuk memberikan alokasi waktu yang tepat terhadap berbagai mata pelajaran agama, dengan memperhatikan tingkat kesulitan dan tipologi masing-masing materi pelajaran.
3.    Untuk mencapai efesiensi dan aktivitas. Bagaimana pun setiap kegiatan yang dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur manajemen, maka kegiatan itu tidak akan efektif dan efesien. Bahkan dapat dipastikan bahwa kegiatan itu tidak akan mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di Madrasah Diniyah pun memerlukan manajemen yang baik, agar tujuan mulia dari didirikannya lembaga ini pun dapat tercapai dengan baik.[18]









ANALISIS

Di zaman globalisasi seperti ini, segala aspek pun mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Perubahan yang bersifat negatif antara lain dapat kita lihat dari segi aspek moral tunas-tunas generasi muda di Indonesia. Moral yang semakin merosot dari nilai-nilai agama maupun norma. Maka diperlukan solusi atas masalah ini, yaitu salah satunya dengan dunia pendidikan. Dunia pendidikan diharapkan menjadi cikal bakal lahirnya tunas-tunas bangsa yang unggul. Salah satu jenis pendidikan ada yang bersifat umum dan bersifat religious artinya berbasiskan pada Islam. Di dalam makalah ini membahas mengenai pendidikan yang berbasiskan Islam yaitu pendidikan diniyah. Pendidikan diniyah ini sangat penting untuk pembentukan moral, karakter, dan sikap hidup yang Islami. Yang dimaksudkan agar para peserta didik lebih bisa mendekatkan diri dengan Allah dan membekali dengan ilmu agama yang diharapkan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendirian Madrasah Diniyah mengalami beberapa tanggapan di masyarakat itu tendiri. Ada yang menilai dengan tanggapan positif, karena dengan didirikannya Madrasah dapat menjadi wadah mendidik karakter serta nilai-nilai islami yang dapat menyeimbangkan antara kesibukan peserta didik di sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan seterusnya). Tetapi, tidak lepas juga dengan penilaian negative dari masyarakat. Salah satu faktornya ialah Madrasah tidak dimanaj dengan baik. Karena memang Madrasah Diniyah adalah sebuah organisasi yang anmanajemen. Artinya, manajemennya kurang tertata dengan rapi. Sehingga dari segi mutu pun sangat rendah.
Maka untuk itu betapa pentingnya merubah pemikiran negatif dari masyarakat mengenai Madrasah Diniyah itu sendiri dengan cara memanaj dengan baik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu organisasi masyarakat itu. Dan pencapaian tujuan tidak lepas dari dukungan dari segala pihak yang terlibat. Baik dari leader dari Madrasahnya, para pendidik, siswa, masyakat, dan pihak-pihak lain yang terlibat.


PENUTUP

A. Kesimpulan
Melihat gambaran umum, eksistensi madrasah dalam pendidikan nasional masih dipertanyakan berbagai kalangan dengan berbagai problematikanya, tentu hal ini tidak menjadikan pesimistis bagi civitas madrasah, melainkan menjadi stimulant untuk melakukan upaya pembaharuan dalam manajemen pengelolaan pesantren, agar tujuan pendidikan madrasah tercapai dengan baik. Pembenahan harus dilakukan diantaranya adalah leadership, manajemen kurikulum, pembelajaran, dan sarana prasarana. Banyak konsep yang ditawarkan sebagai sebuah alternatif dan tanpa harus menghilangkan ciri khas madrasah sebagai penguatan nilai-nilai relegius yang muara akhirnya adalah menciptakan pribadi muslim yang intelektual dan survive untuk segala tantangan zaman. Akhirnya harapan pembaharuan segera terwujud dan tentu saja partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah uraian singkat mengenai pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pemakalah menyadari bahwa makalah yang saya susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang kami harapkan dari para pembaca, guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Aamiin








DAFTAR PUSTAKA


S.P. Hasibuan Malayu. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Fuad M, dkk. Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000.
Prayitno. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo. 2009.
Suwarno. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta:BINA AKSARA. 1988.
Arifin Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam. Jogjakarta: DIVA Press. 2012.
Putra Daulay Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009.
Qomar Mujamil. Dimensi Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta : Erlangga. 2015.
Haedari Amin. Otoritas Pesantren Dan Perubahan Sosial. Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama Dan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI. 2010.
http://madrasah.koranpendidikan.com/view/6056/manajemen-madrasah-diniyah.html, diakses pada Minggu 04 Oktober 2015, pukul 07.26 WIB.
Syukur Fatah. Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2011.
M. Chan Sam, T. Sam Tuti. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo. 2007.
Ma’ruf Asmani Jamal. Kiat Melahirkan Madrasah Unggulan. Jogjakarta: DIVA Press. 2013.
Haedari Amin dan El-Saha Ishom. Peningkatan Mutu terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Diva Pustaka. 2004),


[1] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 1.
[2]  M. Fuad, dkk, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 92.
[3] Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 358.
[4] Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta:BINA AKSARA, 1988), hlm.2-3.
[5] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), hlm. 26.

[6] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 94-94.
[8] Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 2015), hlm. 242.
[9] Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam,…,hlm. 243.
[10] Amin Haedari, Otoritas Pesantren Dan Perubahan Sosial, (Jakarta : Puslitbang Pendidikan Agama Dan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), hlm. 336
[11] Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam,…hlm. 244.
[12] Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam,…,hlm. 245
[13] http://madrasah.koranpendidikan.com/view/6056/manajemen-madrasah-diniyah.html, diakses pada Minggu 04 Oktober 2015, pukul 07.26 WIB.
[14] Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011), hlm. 201-202.
[15] Sam M. Chan, Tuti T. Sam, Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), hlm. 126.
[16] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), hlm. 26-27.
[17] Jamal Ma’ruf Asmani, Kiat Melahirkan Madrasah Unggulan, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm. 85-87.
[18] Amin Haedari dan Ishom El-Saha, Peningkatan Mutu terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hlm. 91-92.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Blog templatesFree Web Templates