MAKALAH
EJAAN KARYA TULIS
ILMIAH
Dipresentasikan
pada Mata Kuliah
Karya Tulis Ilmiah
Yang
Diampu oleh: M. Rikza Chamami, MSI
Disusun
oleh:
Kelas KI-2B
Kelas KI-2B
1. Dina Fanny Firila (1403036011)
2. Anita Pratiwi (1403036046)
3. Fitria Nuraini (1403036063)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI WALISONGO
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pemahaman umum,
bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi. Setiap situasi
memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai
faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok
pembicaraan, dan sarana.Dalam situasi resmi, misalnya dalam kegiatan ilmiah,
sudah sepantasnya digunakan bahasa Indonesia ragam baku. Salah satu ciri ragam
bahasa ilmiah ialah benar (Nazar, 2004: 101; bandingkan pula Djajasudarma,
1999: 128).
Pemahaman benar yaitu
menyangkut kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Ragam bahasa baku
dipahami sebagai ragam bahasa yang dipandang sebagai ukuran yang pantas
dijadikan standar dan memenuhi syarat sebagai ragam bahasa orang yang
berpendidikan. Kaidah yang menyertai ragam baku mantap, tetapi tidak kaku,
cukup luwes sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di
berbagai bidang. Hal ini tentu saja dalam kerangka bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Baik dalam pemahaman sesuai dengan situasi dan benar dalam pemahaman
sesuai dengan kaidah tata bahasa (Sugihastuti, 2003: 9).
Bahasa dalam laporan
penelitian, sebagaimana telah dijelaskan, memilih ragam baku sebagai sarananya,
benar kaidahnya, dan memenuhi ciri sebagai ragam standar orang berpendidikan.
Namun, pada kenyataannya masih banyak ditemukan kesalahan dalam berbagai
tataran bahasa, termasuk dalam penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD). Ejaan sebagaimana telah dipahami bersama adalah keseluruhan peraturan
bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara
lambang itu. Secara teknis yang dimaksud ejaan adalah penulisan huruf,
penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin & Tasai, 2004: 170; baca
pula Mustakim, 1996; Rahardi, 2003). Oleh karena itu, penguasaan ejaan mutlak
diperlukan bagi seseorang yang berkecimpung dalam kegiatan ilmiah. Berikut ini
disajikan kaidah ejaan yang sering dilanggar berikut pembetulannya
(contoh-contoh diambil dari Nazar, 2004).
B. Rumusan Masalah :
1.
Apa
yang dimaksud dengan Ejaan?
2.
Bagaimana
Perkembangan Ejaan di Insonesia?
3.
Bagaimana
Aspek Fonologis dalam Ejaan Karya Tulis Ilmiah?
4.
Bagaimana
Aspek Morfologis dalam Ejaan Karya Tulis Ilmiah?
5.
Bagaimana
Aspek Sintaksis dalam Ejaan Karya Tulis Ilmiah?
C. Tujuan :
1.
Untuk
mengetahui pengertian ejaan
2.
Mengetahui
jenis-jenis ejaan
3.
Dapat
menjelaskan tentang ejaan suwandi
4.
Dapat
menjelaskan tentang ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
5.
Dapat
menjelaskan tentang ejaan suwandi
6.
Dapat
menjelaskan tentang Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
7.
Dapat
menjelaskan dan menerapkan Aspek Fonologis dalam
Ejaan Karya Tulis Ilmiah
8.
Dapat
menjelaskan dan menerapkan Aspek Morfologis dalam
Ejaan Karya Tulis Ilmiah
9.
Dapat
menjelaskan dan menerapkan Aspek Sintaksis dalam
Ejaan Karya Tulis Ilmiah
10.
Dapat
memahami dan mennerapkan tulisan dengan tanda baca yang baik dan benar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ejaan
Yang
dimaksud dengan ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan
bunyi, ujaran, pemisah, dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf, dan tanda
baca dalam suatu bahasa.
Berikut ini adalah definisi ejaan menurut para ahli
adalah:[1]
1. Moeliono
Ejaan
adalah kaidah cara-cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan
sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda baca.
2. Poerwadarminta
Ejaan
adalah cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf.
3. Tarigan
Ejaan
adalah cara atau menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.
Pengertian
ejaan dapat ditinjau dua segi yang pertama secara teknis yang dimaksud dengan
ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.[2]
Yang kedua secara umum yang dimaksud dengan ejaan bisa diartikan sebagai konvensi grafis, yaitu semacam
perjanjian diantara para penutur suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya. Jadi
bunyi bahasa yang seharusnya dilafalkan lalu diganti dengan lambang-lambang
berupa huruf-huruf dan tanda-tanda baca lainnya.[3]
Ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan adalah system ejaan
Indonesia yang sebagian besar hampir sama dengan system ejaan Malaysia dan yang sekarang menjadi ejaan resmi
Indonesia. Pedoman bahasa Indonesia disebut pedoman umum karena pedoman itu
pada dasarnya mengatur hal-hal yang bersifat umum.
Jadi yang dimaksud ejaan karya
tulis ilmiah adalah suatu aturan atau tatacara menulis suatu karya ilmiah yang
mencakup tiga aspek yakni: aspek fonologis, aspek morfologis, serta aspek
sintaksis.
B. Perkembangan Ejaan di Indonesia
1.
Ejaan
Van Ophuijsen
Pada
tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut
dengan Van Ophuijsen. Van Ophouijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh
Engku Nawawi gelar Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal
yang menjadi ciri khas ejaan Van Ophuijsen ialah:[4]
a.
Huruf “j”
untuk menuliskan kata-kata jang, pajah,
sajang
b.
Huruf “oe” untuk menuliskan kata-kata itoe, oemoer.
c.
Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tandatrema, untuk penulisan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta, pa, dinamai.”
2.
Ejaan
Soewandi (Ejaan Republik)
Ejaan
Soewandi diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen. Hal-hal yang sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai
berikut:[5]
a.
Huruf “oe” diganti dengan huruf “u”, seperti: guru, umur.
b.
Bunyi
hamyah dan bunyi sentak ditulis dengan “k”, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c.
Kata
ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2,
ber-jalan2, ke-barat2-an.
d.
Awalan
“di”-dan kata depan “di” keduanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan “di” pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan “di” pada dikarang, ditulis,
dan dibaca.
3.
Ejaan
Melindo
Pada akhir tahun 1959 sidang keputusan
Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, ketua) menghasilkan
konsep ejaan bersama kemudian dikenal dengan istilah Ejaan Melindo yang
merupakan gabungan dari Melayu dan Indonesia.
4.
Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu bertasarkan putusan presiden No. 57
tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Keabudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan,” sebagai patokan dalam pemakaian ejaan itu.[6]
Dengan
berlakunya EYD, terjadi beberapa perubahan penulisan huruf. Perubahan tersebut
antara lain:
a.
Penulisan
awalan di yang sebelumnya dirangkaikan dengan kata yang mengikutunya, kemudia
dipisahan, contoh: di rumah, di
perpustakaan, dan di kebun.
b. Kata ulang tidak boleh disingkat. dengan
angka 2, melainkan harus ditulis dengan kata yang utuh, contoh: berseri-seri, berjalan-jalan, berlari-lari.
c. Perubahan lambing-lambang bunyi (huruf)
yaitu:
1)
Dj berubah menjadi j, contoh: jalan, jasa, dan jual
2)
nj berubah menjadi ny, contoh: nyata, menyesal, dan Tanya
3)
tj berubsh menjadi c, contoh: cerita, cara, dan cacat
4)
sj berubah menjadi sy, contoh: syarat, syariat, dan
masyarakat
C. Aspek Fonologis dalam Ejaan Karya Tulis
Ilmiah
Kaidah
dalam aspek fonologis ragam baku bahasa Indonesia, antara lain, menyangkut
penulisan huruf, pelafalan, dan pengakroniman.[8]
Dalam
fonologi, dikenal satuan bunyi fungsional terkecil yang disebut fonem. Fonologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari dan menyelidiki
bunyi-bunyi umum. Bagaimana bunyi-bunyi umum itu dihasilkan oleh alat ucap
manusia, mana sajakah jenis bunyi bahasa itu apa fungsi bunyi bahasa dalam
ujaran, dipelajari dalam studi fonologi.[9] Penulisan
huruf bahasa Indonesia menyangkut soal abjad, vocal, diftong, konsonan,
persukuan, dan nama diri.
1. Abjad yang digunakan dalam bahasa
Indonesia terdiri atas 26 huruf.
2.
vocal
di dalam bahasa Indonesia sebanyak 5 (lima) huruf vokal, yaitu a, e, i, o, dan u.
3. Diftong dalam bahasa Indonesia sebanyak
tiga buah, yaitu ai, au, dan oi.
4. Di dalam bahasa Indonesia terdapat
konsonan – konsonan, yakni selain huruf a,
I, u, e, dan o
5. Setiap suku kata Indonesia ditandai oleh
sebuah vocal
6. Penulisan nama diri
Selain
penulisan huruf, pelafalan juga penting dalam kesempurnaan aspek fonologis.
Beberapa contoh, misalnya, bagaimanakah melafalkan huruf a pada kata allah dan kata serapan lain dari bahasa arab. Kata
Allah dalam pemakaian bahasa Indonesia sering dilafalkan dengan [alloh] dan
sering pula dengan [allah]. Pelafalan Allah dengan [alloh] lazim dilakukan oleh
para pemakai bahasa yang berlatar belakang agama islam, sedangkan pemakai
bahasa yang berlatar belakang agama lain lazim melafalkannya dengan [allah].
Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu disamping di pengaruhi oleh idiolek
seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal daerah. Dan Huruf h
dalam bahasa Indonesia ada yang dilafalkan dengan kuat da nada pula yang
dilafalkan dengan lemah. Huruf h yang dilafalkan dengan kuat, misalnya pada kata
Tuhan, suhu, tahap, dan rahasia, sedangkan yang dilafalkan dengan
h lemah, misalnya pada kata lihat dan tahun.
Kaidah
penyingkatan dan pengakroniman pun ada dalam bahasa Indonesia ragam baku.
Singkatan berbeda dengan akronim. Singkatan adalah kependekan yang berupa huruf
atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan dengan
mengikuti bentuk lengkapnya. Singkatan lambang adalah singkatan yang terdiri
atas satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah, seperti
kuantitas, satuan, dan unsur.
Akronim
adalah kependekan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau
gabungan huruf awal dan suku kata yang ditulis dan dilafalkan seperti halnya
kata biasa. Misalnya: pilkades,
siskampling, hansip.[10]
Dengan
memperhatikan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan
akronim dan singkatan terletak pada cara pembentukan dan pelafalannya.
Sering terjadi kekeliruan penggunaan Bahasa Indonesia dalam
tataran fonologi baik secara lisan maupun secara tertulis. Sebagian besar
kesalahan dalam berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan
pelafalan. Bila kesalahan pelafalan tersebut dituliskan, maka terjadilah
kesalahan berbahasa dalam ragam tulis. Beberapa gambaran kesalahan pelafalan
yang meliputi:[11]
D. Aspek Morfologis dalam Ejaan Karya Tulis
Ilmiah
Secara
Etimologi kata morfologi berasal dari
kata morf yang berarti “bentuk”, dan kata logi yang berarti “ilmu”. Secara Harfiah
kata morfologi berarti “Ilmu mengenai
bentuk”. Di dalam kajian ilmu linguistik,
morfologi “Ilmu mengenai
bentuk-bentuk dan pembentukan kata.” Sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti “ilmu mengenai
bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad hidup.” Memang selain kajian
linguistik, di dalam kajian biologi digunakan istilah morfologi. Kesamaannya,
sama-sama mengkaji tentang bentuk.[12]
Itulah
sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap
makna (arti) dan kelas kata.[13]
Dengan
demikian kaidah ragam baku bahasa Indonesia yang menyangkut aspek morfologis
adalah kata, baik pengimbuhan, penggabungan, pemenggalan, penulisan, maupun
penyesuaian kosakata asing.
Penulisan kata
merupakan bidang morologi yang terbagi ke dalam beberapa bagian:[14]
1. Kata dasar
Kata
yang berupa kata dasar ditulis sebagai satuan. Dalam hal kata turunan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai penulisan kata turunan :
a. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata
dasarnya
b. Awalan atau akhiran atau akhiran ditulis
seragkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya kalau bentuk
dasarnya berupa gabungan kata.
c. Kalau bentuk dasar berupa gabungan karta
sekaligus mendapatkan awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai
d. Kalau salah satu unsur gabungan kata
hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.[15]
2.
Gabungan
kata
Dalam hal gabungan kata, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai penulisannya :
a.
Gabungan
kata yang lazim disebut majemuk, termasuk istilah khusus, bagian-bagiannya
umumnya ditulis terpisah. Contoh: daya
serap, kerja sama, tata bahasa.
b. Gabungan kata, jika salah satunya tidak
dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, hanya mucul
dalam kombinasi unsur tersebut harus dituliskan serangkai dengan unsur lainnya.
Contoh: pancasila, tunanertra, tunawisma.
c. Gabungan kata yang sudah dianggap
sebagai satu kesatuan ditulis serangkai. Contoh: manakala, sekaligus, bilamana.
3. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap
dengan menggunakan tanda hubung. Pemakaian angka dua dalam pengulangan
hendaknya dibatasi pada tulisan catatan dan tulisan cepat saja. Pada tulisan
yang memerlukan keresmian, kata ulang ditulis secara lengkap.
Kata ulang tidak hanya berupa
pengulangan kata dasar dan sebagian lagi kata turunan, mungkin pula pengulangan
kata tersebut sekaligus mendapat awalan dan akhiran. Contoh: dibesar-besarkan, berkejar-kejaran.
4. Kata ganti
Kata ganti ku, kau, ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya, sedangkan kata ganti ku,
mu, nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
5. Kata depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai padu benar, seperti seperti
kepada dan daripada.
6. Partikel
Pertikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan
kata yang mendahuluinya. Partikel pun
dipisahkan dari kata yang mendahuluinya, kecuali partikel pun pada kata yang sudah dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, dll. Partikel
per yang berarti mulai, demi, dan,
tiap ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
7. Penulisan angka dan bilangan
Angka digunakan untuk
menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka
Arab atau angka Romawi. Angka digunakan untuk menyatakan:
a. Ukuran panjang, berat, da nisi
b. Satuan waktu
c. Nilai uang
Angka
juga lazim digunakan untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat dan digunakan juga untuk menomori karangan atau bagian-bagiannya.[16]
8. Unsur serapan
Perkembangan bahasa Indonesia
sangat pesat. Dalam perkembangannya itu bahasa Indonesia menyerap usur dari
berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Bedasarkan
taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas du
golongan besar.
Pertama, unsur asing yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cook,
reshuffle, I’ exploitation, unsur-unsur ini dipakai dalam konteks
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapannya
dan penulisanya disesuaikan dengan kaidah bahas Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya sehingga bentuk asalnya.
Di samping itu, akhiran yang
berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, implementasi, dan objektif
diserap secara utuh di samping kata standar,
implement, dan objek.[17]
Unsur serapan dalam bahasa Indonesia pada garis besarnya menyangkut tiga hal,
yaitu:[18]
a. Gabungan vokal, vokal tunggal
b. Gabungan konsonan, konsonan tunggal
c. Gabungan vokal- konsonan, konsonan-vokal
yang berupa akhiran
Dalam
uraian di atas telah dibicarakan pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan
kata, penulisan unsur serapan, dan pembentukan istilah. Tidak kalah pentingnya
dengan hal itu ialah pembicaraan mengenai tanda baca. Tanda baca yang perlu
diperhatikan dalam ragam baku bahasa Indonesia ialah tanda titik (.), tanda
koma (,), tanda titik dua (:), tanda
titik koma (;), tanda hubung (-), tanda pisah (__), tanda ellipsis (…), tanda
Tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((…)), tanda kurung siku ([…]), tanda
petik (“…”), tanda petik tunggal (‘…’), tanda ulang (-), tanda garis miring
(/), dan tanda menyingkatkan atau apostrof (‘). Hal-hal yang berkaitan dengan
kaidah penulisan tanda baca dapat dilihat pada pedoman umum ejaan bahasa yang
disempurnakan.[19]
E. Aspek Sintaksis dalam Ejaan Karya Tulis
Ilmiah
Istilah
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani “Syntaxis”
yang berarti susunan atau tersusun secara bersama.[20]
Kaidah ragam buku bahasa Indonesia yang menyangkut aspek sintaksis meliputi
frasa, klausa, dan kalimat.[21]
Berikut penjelasan mengenai aspek sintaksis:
1. Kata adalah satuan ujaran (bahasa)
terkecil yang secara inhern mempunyai sebuah makna.
2. Frasa merupakan satuan bahasa kedua yang
lebih besar dari satuan kata. Umumnya mendefinisikan suatu kelompok kata yang
menduduku salah satu unsur kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, atau
keterangan.
3. Klausa (clausa) adalah kelompok kata atau susunan kata atau kontruksi yang
bersifat predikatif.
4. Kalimat adalah satuan bahasa yang
disusun oleh kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap.[22]
Berikut
ini diuraikan serangkaian contoh yang menyangkut aspek sintaksis:
Yang pertama perihal frasa
misalnya, mana yang benar, orang-orang
tua, orang tua-tua, orang tua-orang tua? Orang tua yang berupa kata majemuk berarti ‘ibu bapak’ ; dapat pula
frasa itu berarti ‘ orang yang tua’. Karena kedua kata itu berbeda bentuk dan
maknanya, bentuk ulangnyapun harus dibedakan (Badudu, 1989).perhatikan kedua
kalimat berikut:
1.
Sekolah
itu mengadakan pertemuan antara guru-guru dengan orang tua murid.
2.
Yang
boleh menjadi anggota perkumpulan itu hanyalah orang tua-tua
bentuk pengulangan kata itu dalam kedua
kalimat di atas, jelas bahwa orang-orang
tua murid ialah ‘para ibu bapak
murid’, sedangkan orang tua-tua
ialah ‘orang yang sudah tua’, (dalam pengertian jamak). Pengulangan kata
tua menjadi tua-tua memang menekankan pada sifat tua sebagai lawan sifat muda.
Kalau dinyatakan orang tua-tua dan orang muda-muda tentulah yang dimaksud bukan seorang, tetapi banyak. Ada pula
yang mengusulkan agar kata majemuk orang
tua yang berarti ‘ibu bapak’
sebaiknya diulang seluruhnya menjadi orang
tua-orang tua. Akan tetapi, hal yang seperti ini menyalahi kaidah bahasa
asal bahasa Indonesia, yaitu bahasa Melayu. Dalam bahasa melayu, baik kata
majemuk maupun kelompok kata (frasa) yang diulang hanyalah konstituen pokoknya,
sedangkan pewatasnya tidak usah diulang.[23]
Yang kedua, perihal Idiom. Yang
dimaksud dengan Idiom adalah gabungan yang sudah teradat dan maknanya tidak
dengan serta-merta dapat dijabarkan dari makna unsurnya masing-masing, misalnya
meninggal dunia, besar hati, air muka. Dalam aspek sintaksis, seringkali ditemui
kesalahan berbahasa ragam baku dalam hal penulisan subjek berkata depan, kalimat
pasif bentuk diri, penghubung kalimat majemuk, pemakaian bentuk dimana, dalam
mana, di dalam mana, dari mana,dan yang mana sebagai penghubung,
pemakaian kata depan yang tidak tepat, penghilangan kata depan, penghilangan
akhiran –I dan –kan, afiks pen-/-an dan per-/-an,
pemakaian bentuk yang mubazir, dan pemilihan kata ( Ramlan, 1992), misalnya:
1.
kesalahan kalimat dengan subjek berkata depan
sebagai berikut:
“Di dalam keputusan itu menunjukkan
kebijaksanaan yang dapat menguntungkan masyarakat umum.”
Kalimat di atas belum memenuhi
kaidah bahasa Indonesia karena fungsi S-nya
belum diisi oleh kata atau frasa benda. Pembetulannya dapat dilakukan
dengan menghilangkan kata depan di dalam yang
terdapat di tempat S yaitu: “keputusan itu menunjukkan kebijaksanaan yang dapat
menguntungkan masyarakat umum.”
Dapat pula dibenarkan dengan cara
mengubah P kata kerja berawalan meN-
menjadi P kata kerja yang berawalan di, yakni
“Di dalam keputusan itu ditunjukkan kebijaksanaan yang dapat menguntungkan
masyarakat umum.”[24]
2.
Kesalahan berupa Objek berkata depan atau
objek yang diisi oleh frasa depan.
Contoh: “banyak anggota masyarakat belum menyadari
akan pentingnya kesehatan lingkungan.”
Kalimat di atas mempunyai O yang
berupa frasa depan, yaitu frasa yang didahului kata depan, jadi penggunaan
tersebut harus dihindari karena menurut kaidah kalimat Indonesia yang umum O
kalimat tidak boleh berupa frasa depan.
Dapat diperbaiki dengan cara
menghilangkan kata depan yakni: “banyak anggota masyarakat belum menyadari
pentingnya kesehatan lingkungan.”
3.
Kalimat pasif bentuk diri
Contoh: “rambu-rambu yang terdapat di jalan raya
kamu harus perhatikan.”
dapat diperbaiki dengan mengubah susunannya yaitu: “rambu-rambu yang terdapat di jalan raya harus kamu perhatikan.”[25]
dapat diperbaiki dengan mengubah susunannya yaitu: “rambu-rambu yang terdapat di jalan raya harus kamu perhatikan.”[25]
4. Kalimat Majemuk
Gabungan kata atau kata majemuk
jika akan diulang, tidak perlu seluruh unsurnya ditulis ulang. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari masalah yang cukup rumit, terutama apabila kita
ingin mengulang gabungan kata yang bentuknya cukup panjang.
Atas dasar pertimbangan itu,
kebijaksanaan yang ditempuh adalah bahwa pengulangan gabungan kata tidak perlu
ditulis ulang seluruhnya, tetapi cukup dengan mengulang unsur yang pertama (
Mustakim, 1992).
Selain itu kalimat mejemuk memiliki
bentuk yang lebih kompleks daripada kalimat tunggal karena jumlah klausa yang
membentuknya lebih banyak. Kalimat tunggal hanya terdiri atas sebuah klausa,
sedangkan kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau lebih.
Kalimat majemuk sebenarnya
terbentuk dari penggabungan kalimat-kalimat tunggal. Di dalam penggabungan itu
sering terjadi penggantian dan penghilangan serta pengulangan unsur-unsur yang
sama. Bedasarkan kedudukan klausa-klausa pembentuknya, kalimat majemuk dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu kalimat mejemuk setara dan kalimat majemuk
setingkat.
Sehubungan dengan penyusunan
kalimat majemuk tersebut, terdapat dua jenis kesalahan yang sering ditemui,
yaitu penggunaan kata penghubung yang kurang tepat dan penggunaan kata
penghubung setara pada awal kalimat.
Dalam bahasa Indonesia terdapat
kata-kata seperti di, ke, dari, pada,
terhadap, tentang, oleh, dan sebagainya. Kata-kata semacam itu tidak dapat
berdiri sendiri sebagai subjek dan predikat serta fungsi-fungsi klausa yang
lain. Kata-kata tersebut dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan
bentuk seperti tampak dakam di rumah, ke Jakarta, dari amir, pada orang, dan
sebagainya. Kata- kata yang mempunyai ciri-ciri seperti itu biasa disebut kata
depan atau preposisi. Dalam penggunaan bahasa, orang harus cermat dengan kata depan
karena kata depan itu secara semantic menandai pertalian antara kata atau frasa
yang mengikutinya, atau yang disebut aksis, dengan kata atau frasa lain dalam
kalimat atau frasa yang lebih besar.[26]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ejaan adalah suatu aturan atau
tatacara menulis bahasa menggunakan lambang bunyi, susunan bentuk kata, susunan
penulisan kalimat, serta tanda baca secara baik dan benar. Jadi ejaan karya
tulis ilmiah adalah suatu aturan atau tatacara menulis suatu karya ilmiah yang
mencakup tiga aspek yakni: aspek fonologis, aspek morfologis, serta aspek
sintaksis.
Sejarah
perkembangan ejaan dimulai dari ejaan Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901,
ejaan Soewandi (ejaan republik) pada tahun 1947, ejaan Melindo pada tahun 1959,
dan yang terakhir Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) pada tahun
1972 dan pada masing-masing ejaan mempunyai karakteristik.
Aspek
Fonologis secara umum mempelajari tata
cara pelafalan bunyi yang sesuai menurut aturan, dan aspek Morfologis adalah aspek
yang mempelajari susunan bentuk kata, sedangkan Aspek Sintaksis adalah aspek
yang mempelajari susunan atau penulisan suatu kalimat secara baik dan benar.
B. Kritik dan Saran
Pemakalah menyadari bahwa masih ada
kekurangan dalam penampilan dan penyajian makalah ini, oleh itu kritik dan
saran yang membangun dari bapak dosen maupun pihak-pihak yang membaca makalah
ini, akan pemakalah terima dengan senang hati guna penyempurnaan makalah ini
dan makalah berikutnya. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Chaer. Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta:
PT Rineka Cipta. 2011.
Endang Rumaningsih. Cermat dan Terampil Berbahasa Indonesia. Semarang:
Rosail Media Group. 2013.
Iyo Mulyono. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Teori Sejumput Problematika Terapannya.
Bandung: CV Vrama Widya. 2013.
Miftakhul
Khairah & Sakura Ridwan. Sintaksis
Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2014.
Sugihastuti.
Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2000.
Zaenal Arifin & S Amran
Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Akedemika Pressindo. 2003.
BIODATA PEMAKALAH
Nama : Fitria Nuraini
NIM : 1403036063
Prodi : Kependidikan Islam
Tempat, tanggal lahir : Sragen, 02 Juni 1996
Pendidikan
SD/ MI : MI N Saren
SMP/MTs : MTs Muhammadiyah 2
Kalijambe
SMA/SMK/MA : SMK Sakti Gemolong
Alamat : Sambirembe
RT. 06/RW. II, Kalijambe, Sragen
Nomor telepon : 085799544207
Email : aini.zahra76@gmail.com
Facebook :
Fitria Nuraini (Tria Siee CherryBlossoms)
Twitter : Fitria
Nuraini
Blog : Adindafitrianuraini.wrodpress.com
fitrianuraini.blogspot.com
BIODATA PEMAKALAH
Nama : Dina Fanny Firila
NIM : 1403036011
Prodi : Kependidikan Islam
Tempat,
tanggal lahir : Semarang, 13 April 1996
Pendidikan
SD/ MI : SD N Banyumanik 04
SMP/MTs : SMP N 27 Semarang
SMA/SMK/MA : SMA Islam Hidayatullah
Alamat : Jalan Kresno No. 8 RT.
09/RW. II, Banyumanik,
Semarang
50264
Nomor telepon : 085726885552
Email : dinafanny13@gmail.com
Facebook : Dina Fanny Firila
Twitter : dinafannyfirila
Blog : dinafannyfirila
BIODATA PEMAKALAH
Nama : Anita Pratiwi
NIM : 1403036046
Prodi : Kependidikan Islam
Tempat,
tanggal lahir : Batang, 26 Januari 1996
Pendidikan
SD/ MI : SD N Tembok 01
SMP/MTs : SMP N 01 Limpung
SMA/SMK/MA : SMA Pondok Modern Selamat Kendal
Alamat : Cendana RT. 02/RW. I,
Limpung, Batang
Nomor
telepon : 085799761367
Email :
Anitapratiwi022@gmail.com
Facebook : Anita Pratiwi
Twitter : Anita
Pratiwi
Blog :
[1] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 29.
[2] Zaenal Arifin & S
Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia,
Jakarta: Akedemika Pressindo, 2003, hlm. 170.
[3] Abdul Chaer, Ragam Bahasa Ilmiah, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2011, hlm. 152.
[4] Zaenal Arifin & S
Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia,
Jakarta: Akedemika Pressindo, 2003, hlm.170.
[5] Ibid., hlm. 171.
[6] Ibid.,hlm.171.
[7] Endang Rumaningsih, Cermat dan Terampil Berbahasa Indonesia, Semarang:
Rosail Media Group, 2013, hlm. 60-61.
[8] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm.
30.
[9] Iyo Mulyono, Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Teori
Sejumput Problematika Terapannya, Bandung: CV Vrama Widya, 2013, hlm.
[10] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 33-37.
[11] Nanik Setiyawati, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori
dan Praktik, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010. Hlm: 17-35.
[12] Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia(Pendekatan Proses),
Jakarta: PT Rineka Cipta ,2008, hlm. 3.
[13] Nanik Setiyawati, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Teori
dan Praktik, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010. Hlm. 36.
[14] Endang Rumaningsih, Cermat dan Terampil Berbahasa Indonesia,
Semarang: RaSAIL Media Group, 2013, hlm. 58.
[15] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm.
37.
[16] Zaenal Arifin & S
Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia,
Jakarta: Akedemika Pressindo, 2003, hlm.198-199.
[17] Ibid., hlm. 201-202.
[18] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 40.
[19] Ibid., hlm. 40-41.
[20] Miftakhul Khairah dan
Sakura Ridwan, Sintaksis Memahami Satuan
Kalimat Perspektif Fungsi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014, hlm. 9.
[21] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 41.
[22] Abdul Chaer, Ragam
Bahasa Ilmiah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011, hlm. 16-22.
[23] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 41-42.
[24] Ibid., hlm. 44-45.
[25] Ibid., hlm. 46.
[26] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 41-51.
0 komentar:
Posting Komentar